Benny Soebardja: dari Rockstar, ke Manajer, ke Pengusaha
Tulisan tahun 2008 di website aktulista.com
Peluhnya bercucuran. Tangan yang satu memegang palu, sementara lainnya menusukkan paku ke kaki meja yang patah. "Sayang meja ini kakinya patah. Terpaksa dilego murah, atau dihibahkan saja pada yang berminat." Benny Soebardja, nama yang tidak asing bagi pembaca Aktuil, menyesalkan petugas pengepakan di Spanyol yang kurang hati-hati sehingga ada mebel jualannya yang cacat dan baru diketahuinya di Birmingham.
Tak terbayangkan bahwa seorang rockstar sekaliber Benny Soebardja, yang pernah membesarkan nama Giant Step, dan akhir-akhir ini membangkitkan lagi grup rock progresif Shark Move yang mati muda di tahun 70-an, menjadi seorang pengusaha mebel yang sukses.
Inilah langkah raksasa seorang rockstar, dari musisi, menjadi manajer perusahaan asing, dan sekarang berlabuh menjadi pengusaha mebel sukses.
Bents Handpainted Furniture adalah merek mebel produksi Benny Soebardja, dibawah CV. Bents Ranggie Sejahtera yang bermarkas di belakang rumahnya yang luas di Cinere. Mebelnya diekspor ke berbagai negara, selain dipasarkan di dalam negeri. Pada awal tahun 2008 saja, Bents sudah mengikuti pameran di Spanyol dan Birmingham, Inggris. Benny berangkat bersama Tria Julianty, istrinya, mengurus semua keperluan pameran sendiri, termasuk memperbaiki jika ada yang rusak. Semua dilakukan berdua dengan istri.
Tak heran, Benny sukses membangun usaha mebelnya sejak bertekad pensiun dini dari grup Monsanto di Indonesia, perusahaan benih pertanian dari Amerika Serikat sebagai R & D Manager.
Benny sempat pula menjadi tamu dalam acara populer TV dan radio di akhir 90-an dan awal 2000, Bedah Bisnis Rhenald Khasali. "Saya diundang sebagai tamu karena dijadikan contoh musisi yang sukses beralih profesi sebagai pengusaha."
Benny sudah dua kali ikut pameran di pameran mebel internasional Inggris di NEC Exhibition Center, Birmingham. "Saat saya ikut pada bulan Januari 2007, saya tidak ada kenalan siapapun di KBRI maupun Birmingham." Beruntung pada Januari 2008, Riza Sihbudi, Atase Pendidikan di KBRI Inggris yang juga dedengkot kelompok pencinta musk lawas Indonesia, KPMI, membantu memperkenalkan dengan mahasiswa Indonesia di Birmingham, sehingga sedikit banyak dibantu selama seminggu pameran.
Disana, tidak banyak yang mengenal Benny sebagai rockstar. Hanya Pak Surya Murtiadi PhD, dosen Universitas Mataram dan baru lulus PhD di Aston University, yang mengenal karena dimasa mudanya menggemari Giant Step. "Saya dari dulu kagum ke Giant Step, lha malah sekarang bertemu langsung dengan Benny Soebardja di Inggris", jelas Surya kepada saya. Ketika pulang ke Indonesia, bahkan Surya mampir ke Cinere, kediaman Benny Soebardja.
Di Birmingham, PPI MIB (Persatuan Pelajar Indonesia-Masyarakat Indonesia Birmingham) menyelenggarakan sebuah diskusi musik, dengan pembicara Benny, James Lapian dari OM Pancaran Sinar Petromaks yang saat ini bekerja sebagai wartawan BBC London, dengan moderator Riza Sihbudi. Diskusi yang berlangsung sehari sebelum mantan presiden Soeharto meninggal, menyinggung banyak hal, termasuk peran musik dalam gerakan mahasiswa 70-an.
Riza membagikan rekaman CD Shark Move "Gede Chokra's" dan album solo Benny "Give Me A Piece of Gut Rock". CD tersebut laris manis, hanya para mahasiswa itu hampir semuanya berkomentar kalau lagunya jadul sekali, meski eksplorasi musiknya menyentuh area progresif, blues, psychedelic dan pop. Hanya Surya yang menikmati. Surya pula yang telaten mengantar Benny dan istri kesana kemari mengurus bisnisnya.
***
Benny mempunyai dua anak laki-laki. Si sulung, Anggara Rhabents tercatat sebagai mahasiswa program master arsitektur di TU Delft. Sedangkan Ramaditya Nalendra adalah mahasiswa tingkat akhir di Bina Nusantara jurusan Graphic Design serta sedang mambangun reputasi bermusik melalui band Idealego.
"Tiap tahun saya juga membuka stand di Pasar Malam Besar Tong-Tong di Den Haag. Selain bisnis, juga menengok anak yang kuliah disana". Bulan Mei yang lalu, Benny membawa serombongan karyawannya untuk berjualan. Jualan apa? "Makanan Indonesia". Juga membawa segepok katalog mebel Bents.
Selain membawa staf sendiri, Benny juga mempekerjakan mahasiswa Indonesia teman anaknya,"Lumayan hemat bagi saya. Memberi rezeki bagi mereka juga".
Mencari pasar di luar negeri memang terus dilakukan Benny dengan berbagai cara. Ibu Tria, istri Benny bilang,"Di Spanyol stand Indonesia dibiayai oleh Departemen Perindustrian. Sayang yang di Birmingham harus kami bayar sendiri. Kami mau minta ke Departemen Perindustrian supaya tahun depan pameran di Birmingham juga dibiayai", jelasnya dengan penuh semangat. "Gini-gini, kami ini membantu ekspor non migas Indonesia, ya mas".
Saya menganggukkan kepala. Pameran di Birmingham memang hanya diikuti 3 peserta Indonesia, berbeda dengan Thailand dan Cina yang standnya besar, dengan peserta yang banyak dan dibiayai pemerintahnya.
Ibu Tria kembali menjelaskan kalau mereka tidak mempunyai toko atau ruang pamer tetap. Mereka hanya mengandalkan pameran di Jakarta dan luar negeri, serta jaringan di berbagai negara.
***
"Saya heran, mengapa musisi Indonesia tidak mau meminggirkan egonya untuk melestarikan musik Indonesia", demikian Benny menjawab pertanyaan saya mengapa langkah Shark Move merilis albumnya tidak diikuti oleh musisi lainnya, seperti Guruh Gypsy maupun album Badai Pasti Berlalu dari Eros, Chrisye dan Yockie.
Album Guruh Gypsy yang oleh Rolling Stones Indonesia dianggap sebagai salah satu album berpengaruh di Indonesia memang belum dirilis ulang karena masalah ketidaksepakatan antar musisinya. Album Guruh Gypsi malah dirilis ulang oleh Shadoks dalam bentuk piringan hitam tanpa izin dari Keenan Nasution dan Guruh Soekarnoputra. Hal ini membuat Keenan marah dan sempat berencana menempuh jalur hukum. Sedangkan album fenomenal Badai Pasti Berlalu juga dibelit masalah antara Eros, alm. Chrisye dan Yockie disatu pihak, dengan musisi lainnya seperti Berlian Hutahuruk dan Nasution bersaudara.
Benny memprihatinkan bahwa sejarah perjalanan musik Indonesia akan pincang jika generasi muda tidak mengetahui karya musisi terdahulu. Karena itu, Benny sudah me-remastered beberapa album Giant Step dan merelakan untuk diterbitkan ulang. Benny sudah berbicara dengan Rolling Stones Indonesia untuk menjadikan album Giant on the Move sebagai bonus majalah ini. "Ini semata-mata untuk mendokumentasikan perjalanan bermusik Giant Step dan supaya generasi muda lebih paham sumbangan generasi kami ini". Sayang tawaran ini belum terwujud.
Shadoks, sebuah label independen internasional dari Jerman yang fokus pada musik psychedelic yang kurang dikenal, tertarik untuk merilis Gede Chokra's setelah seorang penggemar Shark Move, Niantoro Sutrisno, yang akrab dipanggil Torro dan aktif di KPMI, mengirimkan kopi album ini. Setelah Shadoks menyatakan minatnya, Gede Chokra's diremaster dengan sumber dari plat yang ada .
"Honor Gede Chokra's hanya cukup perjalanan Jakarta-Jerman PP", jelas Bu Tria dengan nada guyon. Benny menimpali,"Yang penting dunia tahu ada band sebagus Shark Move di awal 70-an".
Bos Shadoks, menurut Benny, suka dengan lagu Evil War,"Mungkin karena dinilai lebih phsychedelic dari My Life yang lebih progresif.
Gatot Widayanto, Chairman I-Rock yang juga kondang sebagai reviewer di situs referensi musik rock progresifwww.progarchives.com menyatakan kalau salah satu dosa terbesarnya adalah terlambat puluhan tahun untuk mendengar album Gede Chokra's. Gatot berkesimpulan bahwa album ini adalah sebuah "…excellent vintage progressive rock – classic rock music that successfully blended the elements of progressive music, traditional harmonies and nice melodies throughout the songs it offers…". Karena itu, Gatot menyimpulkan album ini adalah sebuah penanda (landmark) dan pembangun fondasi musik progresif di Indonesia.
I-Rock pula yang memanggungkan Shark Move tanggal 8 Mei 2008 di Mario's Place Jakarta.
Sedangkan Torro dalam situs yang sama menulis kalau Shark Move dan Benny Soebardja adalah pionir yang menyebarkan musik progrock di Indonesia, yang kemudian diteruskan melalui Giant Step. Torro juga menyebutkan kalau album Gede Chokra's "…was created with complex arrangement and full of prog-rock touch suchs as My Life (the longest Indonesian song on early 70's…". Sementara lagu yang berbahasa Indonesia, lanjut Torro, cenderung beraransemen ngepop.
Bersama Sangkan dan Yaya di Mario's Place Jakarta
Benny memang seorang yang mencintai musik, selain menghargai karir profesionalnya. Setelah menamatkan kuliah pertanian di Universitas Padjadjaran, Benny meneruskan kuliah master di IPB.
"Akhir tahun 1970-an, saya mulai bekerja di perusahaan Inggris ICI memegang Jawa Timur sebagai R & D. Saya sering bekerja sama dengan Balai Penelitian Pertanian di Malang, Surabaya dan perkebunan negara dan swasta, dalam membuat percobaan pestisida baru yang belum dipasarkan. Terpaksa kalau Giant Step mau manggung atau menggarap album, harus boyongan ke kontrakan saya di Malang".
"Obsesi saya sekarang adalah menerbitkan album Idealego ke pentas nasional". Idealego adalah band pimpinan Rama, anak kedua Benny. "Kalau Idealego sudah mentas dan anak saya yang pertama sudah lulus dari Delft, plong rasanya hati saya. Saya bisa bermusik lagi dengan lega."
Idealego sudah beberapa kali bermain di pentas musik nasional, seperti membuka konser reuni Shark Move di Mario's Place, konser mengenang Gito Rollies di Sabuga Bandung, dan Jakarta Rock Parade.
"Obsesi saya adalah manggung bersama grup-grup 70-an, seperti God Bless, Gypsi, AKA, dsb. Mumpung kami masih ada sehingga bisa memberikan contoh kepada generasi muda saat ini."
Kalau itu terjadi, ini akan menjadi langkah raksasa musik Indonesia.
***
Malam itu Mario's Place cukup ramai. Kamis, 8 Mei 2008 adalah penampilan resmi pertama Shark Move dalam konser khusus yang diselenggarakan I-Rock. Idealego tampil pertama, penuh semangat dengan lagu rock masa kini. Pada lagu terakhir, Benny maju berbagi vokal dengan anaknya Rama. Suasana sungguh nostalgis. Setelah selesai, Shark Move tanpa basa-basi langsung menampilkan lagu "Decision". M Alfie Syahrine, salah satu penggiat KPMI mengomentari bahwa "Decision" adalah salah satu anthem Giant Step yang sangat progresif pada masanya, bahkan sampai saat ini. Sayang malam itu Yanto Diablo tidak memainkan flutenya, yang sebelumnya ditunjukkan dalam pertunjukan di Sabuga beberapa minggu sebelumnya.
Mario's Place adalah sebuah kafe di bilangan Cikini, dekat dengan Taman Ismail Marzuki. Sebelum pindah, ia berada di jalan Menteng dekat Batik Keris. Kafe ini cukup ramah terhadap penggemar classic rock dan blues. Sudah tak terbilang pertunjukan hidup band-band yang memuaskan segmen kecil musik tersebut, yang sebelumnya dipuaskan melalui radio M97 Classic Rock Station almarhum.
Sedangkan I-Rock adalah komunitas penggemar rock terpandang di Indonesia, secara rutin menyelenggarakan acara di Mario's Place. Komunitas ini tidak hanya ajang kumpul-kumpul, tetapi juga berniat menjadi pemain dalam industri musik di Indonesia, yang dirintis melalui penyelenggaraan pentas musik rock bulanan.
Salah satu yang pernah main dalam acara I-Rock adalah Cordova, band hard rock dengan pemain gitar kawakan bernama Sangkan. Sangkan sedikit banyak menyerupai Benny. Santun, alim, dan tidak pernah meninggalkan salat lima waktu. Sangkan adalah teman tabligh almarhum Gito Rollies dan beberapa musisi rock yang sekarang meluangkan waktu berdakwah. Sangkan pula yang diajak Benny menjadi lead guitarist Shark Move tahun 2008 ini.
Anggota asli Shark Move memang sudah terpencar. Bhagu Ramchand dan Soman Lubis sudah meninggal. Yanto Diablo, pemain bass dan flute sudah lama meninggalkan musik, meski Benny berkata kepada saya,"Kasih waktu tiga bulan buat latihan bass, pasti Yanto bisa main lagi. Dulu dia salah satu bassist terbaik di Bandung". Sedangkan Sammy Zakaria, drummer yang juga sempat main di Giant Step,"Sudah lama jadi ustaz di Lampung".
Dengan keinginan yang kuat untuk membangkitkan Shark Move lagi, maka Benny mengajak berbagai musisi untuk main bersamanya. Dalam pentas mengenang Gito Rollies di Bandung akhir April 2008, selain Sangkan dan Benny pada gitar, Benny juga mengajak Budi Haryono, eks drummer Krakatau, Archi basisst band anaknya Idealego, mengisi bass, serta Pras, seorang session keyboard player. Yanto ikut menyumbangkan suara dan permainan flutenya.
Sedangkan pada pentas reuni resmi mereka di Mario's Place, posisi Budi digantikan Yaya Muktio, drummer kawakan yang pernah membantu Cockpit, God Bless dan Gong 2000. Benny bilang,"Budi pukulannya terlalu nge-jazz. Kebetulan saya bertemu Yaya ketika sedang makan di steak Abuba". sedangkan Pras tetap di keyboard.
Kemudian pada penampilan ketiga di Jakarta Rock Parade Juli 2008, Erwin Badudu, keyboardist Giant Step masuk, sementara Soma Fox, teman band Sangkan di Cordova, mengisi posisi bass.
Benny mengakui agak berat jika dengan pemain yang berganti-ganti, Shark Move bisa menghasilkan album lagi. Tetapi Benny tetap bertekad untuk menyumbangkan musiknya untuk Indonesia, karena musik adalah his life…
September 2008.
Agam Fatchurrochman